Fikih, sebagai disiplin ilmu yang membahas hukum-hukum Islam secara rinci, memegang peranan penting dalam membentuk pemahaman umat Muslim tentang praktik keagamaan sehari-hari. Di jenjang pendidikan menengah atas, materi fikih diajarkan secara lebih mendalam, mencakup berbagai aspek kehidupan yang relevan. Untuk siswa kelas 11 semester 1, pemahaman terhadap beberapa topik kunci adalah krusial sebagai fondasi untuk materi selanjutnya.

Artikel ini akan menyajikan serangkaian contoh soal pilihan ganda dan esai yang relevan dengan materi fikih kelas 11 semester 1, beserta pembahasan jawaban yang komprehensif. Tujuannya adalah untuk membantu siswa dalam memahami konsep-konsep penting, menguji pemahaman mereka, dan memberikan panduan dalam menjawab soal-soal ujian.

Topik Utama Fikih Kelas 11 Semester 1 yang Sering Diujikan:

Mengupas Tuntas Fikih Kelas 11 Semester 1: Contoh Soal dan Pembahasan Mendalam

Secara umum, materi fikih kelas 11 semester 1 mencakup beberapa bab penting, di antaranya:

  1. Hukum Perkawinan dalam Islam (Munakahat): Meliputi rukun nikah, syarat sah nikah, mahar, walimatul ‘ursy, hak dan kewajiban suami istri, serta larangan-larangan dalam perkawinan.
  2. Hukum Perceraian (Thalaq): Mencakup pengertian thalaq, jenis-jenis thalaq, masa iddah, ruju’, dan perceraian yang dibenarkan syariat.
  3. Hukum Waris (Mawarith): Meliputi pengertian waris, ahli waris, bagian-bagian waris, dan cara pembagian harta warisan.
  4. Hukum Muamalah (Transaksi Keuangan): Meliputi jual beli, utang piutang, riba, zakat, dan infak/sedekah.

Mari kita bedah contoh soal dan pembahasannya untuk setiap topik.

Bagian 1: Hukum Perkawinan dalam Islam (Munakahat)

Contoh Soal Pilihan Ganda:

  1. Salah satu rukun nikah yang mengharuskan adanya persetujuan dari kedua belah pihak calon mempelai adalah:
    a. Ijab qabul
    b. Saksi
    c. Mahar
    d. Wali

  2. Syarat sahnya seorang wanita dinikahi adalah tidak sedang dalam ikatan perkawinan dengan pria lain, tidak dalam masa iddah, dan:
    a. Beragama Islam
    b. Sudah baligh
    c. Tidak ada larangan syariat untuk menikahinya (mahram)
    d. Memiliki harta yang cukup

  3. Mahar adalah pemberian dari mempelai pria kepada mempelai wanita yang diberikan pada saat:
    a. Sebelum akad nikah
    b. Setelah akad nikah
    c. Sebagai tanda cinta sebelum menikah
    d. Dapat diberikan sebelum, saat, atau setelah akad nikah, tergantung kesepakatan

  4. Walimatul ‘ursy hukumnya adalah:
    a. Wajib bagi setiap pengantin
    b. Sunnah muakkad (sangat dianjurkan)
    c. Mubah (boleh dilakukan)
    d. Makruh (kurang disukai)

  5. Hak istri terhadap suami, kecuali:
    a. Nafkah lahir dan batin
    b. Perlindungan dan keamanan
    c. Meminta harta suami tanpa alasan
    d. Perlakuan yang baik dan adil

Pembahasan Soal Pilihan Ganda (Munakahat):

  1. Jawaban: a. Ijab qabul. Ijab qabul adalah ungkapan persetujuan dari kedua belah pihak calon mempelai yang diucapkan secara berurutan. Ijab diucapkan oleh wali mempelai wanita atau wakilnya, dan qabul diucapkan oleh mempelai pria.
  2. Jawaban: c. Tidak ada larangan syariat untuk menikahinya (mahram). Larangan syariat untuk menikahi seseorang disebut mahram. Contohnya adalah menikahi ibu, anak perempuan, saudara kandung, bibi, atau menantu.
  3. Jawaban: d. Dapat diberikan sebelum, saat, atau setelah akad nikah, tergantung kesepakatan. Mahar adalah hak istri dan kewajiban suami. Waktu penyerahannya bisa disepakati oleh kedua belah pihak. Jika tidak disepakati, maka mahar diserahkan setelah akad nikah.
  4. Jawaban: b. Sunnah muakkad (sangat dianjurkan). Walimatul ‘ursy adalah perayaan atau syukuran atas pernikahan. Pelaksanaannya sangat dianjurkan dalam Islam sebagai bentuk rasa syukur dan pengumuman pernikahan kepada masyarakat.
  5. Jawaban: c. Meminta harta suami tanpa alasan. Hak istri adalah mendapatkan nafkah lahir (makanan, pakaian, tempat tinggal) dan batin (hubungan suami istri), perlindungan, serta perlakuan yang baik. Meminta harta suami tanpa alasan yang dibenarkan adalah tindakan yang tidak dibenarkan.

Contoh Soal Esai (Munakahat):

  1. Jelaskan pengertian rukun nikah dan sebutkan beserta penjelasannya masing-masing rukun tersebut!
  2. Apa yang dimaksud dengan mahar dalam pernikahan Islam? Sebutkan beberapa contoh mahar yang dibenarkan syariat!
  3. Jelaskan pentingnya walimatul ‘ursy dalam pernikahan Islam dan berikan contoh bagaimana pelaksanaannya agar sesuai dengan syariat!

Pembahasan Soal Esai (Munakahat):

  1. Pengertian Rukun Nikah dan Penjelasannya:
    Rukun nikah adalah unsur-unsur pokok yang harus ada agar suatu pernikahan dianggap sah menurut syariat Islam. Jika salah satu rukun ini tidak terpenuhi, maka pernikahan tersebut tidak sah. Rukun nikah meliputi:

    • Calon Suami: Harus memenuhi syarat-syarat sebagai suami, seperti beragama Islam, sudah baligh, berakal sehat, dan bukan dari kalangan mahram calon istri.
    • Calon Istri: Harus memenuhi syarat-syarat sebagai istri, seperti beragama Islam (jika calon suami Muslim), sudah baligh, berakal sehat, dan bukan dari kalangan mahram calon suami, serta tidak sedang dalam ikatan perkawinan dengan pria lain atau dalam masa iddah.
    • Wali: Wali nikah adalah kerabat laki-laki dari calon istri yang berhak menikahkan. Urutan wali nikah yang utama adalah ayah, kakek, saudara laki-laki kandung, saudara laki-laki seayah, paman dari pihak ayah, dan seterusnya. Jika tidak ada wali nasab, maka wali hakim dapat menjadi pengganti.
    • Dua Orang Saksi Laki-laki: Saksi berfungsi sebagai penguat dan pengawas jalannya akad nikah. Saksi harus beragama Islam, baligh, berakal sehat, adil, dan dapat mendengar serta melihat.
    • Ijab dan Qabul: Ini adalah inti dari akad nikah, yaitu pernyataan persetujuan dari kedua belah pihak. Ijab adalah ungkapan dari pihak wali calon istri (atau wakilnya) yang menyatakan penyerahan calon istri untuk dinikahi. Qabul adalah ungkapan dari calon suami yang menyatakan penerimaan terhadap pernikahan tersebut.
  2. Pengertian Mahar dan Contohnya:
    Mahar (maskawin) adalah pemberian wajib dari mempelai pria kepada mempelai wanita sebagai tanda keseriusan dan bentuk penghormatan. Mahar bukan pengganti wanita, melainkan sebagai bentuk penghargaan terhadapnya. Mahar haruslah sesuatu yang bernilai dan dapat dimanfaatkan menurut syariat Islam.
    Contoh mahar yang dibenarkan syariat meliputi:

    • Uang tunai: Jumlah yang disepakati antara kedua belah pihak.
    • Emas atau perhiasan: Berlaku umum dan memiliki nilai yang stabil.
    • Benda-benda berharga lainnya: Seperti rumah, kendaraan, atau aset berharga lainnya yang disepakati.
    • Pemberian manfaat: Misalnya, mengajarkan Al-Qur’an, mengajarkan ilmu agama, atau memberikan jasa tertentu yang bernilai.
  3. Pentingnya Walimatul ‘Ursy dan Pelaksanaannya:
    Walimatul ‘ursy memiliki beberapa makna penting dalam pernikahan Islam:

    • Syukur: Merupakan ungkapan rasa syukur kepada Allah SWT atas karunia pernikahan.
    • Pengumuman: Memberi tahu kepada masyarakat luas bahwa telah dilangsungkan pernikahan, untuk menghindari prasangka buruk dan menjaga nasab.
    • Doa dan Restu: Mengundang kerabat dan tetangga untuk mendoakan kebahagiaan kedua mempelai.
    • Menghormati Tamu: Bentuk penghormatan kepada tamu yang hadir.

    Pelaksanaan walimatul ‘ursy agar sesuai dengan syariat adalah:

    • Sederhana dan tidak berlebihan: Menghindari pemborosan dan kemewahan yang tidak perlu.
    • Menghindari campur baur laki-laki dan perempuan yang tidak sesuai syariat: Jika ada pemisahan tempat atau waktu, itu lebih baik.
    • Menghindari unsur-unsur yang haram: Seperti musik yang melalaikan, pakaian yang tidak sopan, atau hidangan yang haram.
    • Mengundang fakir miskin: Sebagian dari rezeki hendaknya dibagikan kepada yang membutuhkan.
    • Fokus pada kebahagiaan dan doa: Lebih mengutamakan esensi pernikahan daripada sekadar hura-hura.

Bagian 2: Hukum Perceraian (Thalaq)

Contoh Soal Pilihan Ganda:

  1. Perceraian dalam Islam disebut juga dengan istilah:
    a. Ruju’
    b. Talak
    c. Khulu’
    d. Iddah

  2. Thalaq yang diucapkan oleh suami karena rasa bosan atau tidak suka terhadap istrinya, tanpa adanya sebab yang syar’i, disebut:
    a. Thalaq Raj’i
    b. Thalaq Ba’in
    c. Thalaq SunnĂ®
    d. Thalaq Bid’i

  3. Masa iddah bagi seorang wanita yang dicerai dan sudah pernah haidh adalah:
    a. Satu kali suci
    b. Tiga kali haidh
    c. Tiga bulan
    d. Sampai melahirkan

  4. Ruju’ adalah kembali kepada ikatan pernikahan setelah terjadinya talak, yang hanya bisa dilakukan pada masa:
    a. Iddah thalaq ba’in
    b. Iddah thalaq raj’i
    c. Setelah iddah selesai
    d. Kapan saja setelah talak

  5. Perceraian yang dilakukan oleh istri dengan memberikan kompensasi harta kepada suami disebut:
    a. Talak
    b. Khulu’
    c. Ila’
    d. Zihar

Pembahasan Soal Pilihan Ganda (Thalaq):

  1. Jawaban: b. Talak. Talak adalah lafazh yang mengandung makna perpisahan atau penceraian antara suami dan istri.
  2. Jawaban: d. Thalaq Bid’i. Thalaq bid’i adalah talak yang dijatuhkan pada waktu yang tidak dibenarkan oleh syariat, seperti saat istri sedang haidh atau dalam masa iddah thalaq ba’in. Talak karena bosan tanpa sebab syar’i bisa termasuk dalam kategori ini jika dijatuhkan pada waktu yang tidak tepat.
  3. Jawaban: b. Tiga kali haidh. Masa iddah bagi wanita yang masih mengalami haidh adalah tiga kali masa haidh.
  4. Jawaban: b. Iddah thalaq raj’i. Ruju’ hanya bisa dilakukan pada masa iddah thalaq raj’i (talak yang masih bisa dirujuk). Jika talak sudah bersifat ba’in (tidak bisa dirujuk lagi kecuali dengan akad nikah baru), maka ruju’ tidak berlaku.
  5. Jawaban: b. Khulu’. Khulu’ adalah perceraian yang terjadi atas permintaan istri, di mana istri memberikan kompensasi harta kepada suami sebagai imbalan atas perceraian tersebut.

Contoh Soal Esai (Thalaq):

  1. Jelaskan pengertian thalaq dalam Islam dan sebutkan perbedaan antara thalaq raj’i dan thalaq ba’in!
  2. Apa yang dimaksud dengan masa iddah dan mengapa perempuan harus menjalani masa iddah setelah bercerai? Sebutkan jenis-jenis iddah berdasarkan kondisi perempuan!
  3. Jelaskan pengertian khulu’ dan berikan contoh kasusnya!

Pembahasan Soal Esai (Thalaq):

  1. Pengertian Thalaq dan Perbedaan Thalaq Raj’i dan Ba’in:
    Thalaq adalah lepasnya ikatan perkawinan antara suami dan istri dengan lafazh tertentu yang diucapkan oleh suami. Thalaq merupakan jalan terakhir ketika masalah rumah tangga tidak dapat diselesaikan melalui musyawarah atau mediasi.
    Perbedaan antara thalaq raj’i dan thalaq ba’in adalah sebagai berikut:

    • Thalaq Raj’i: Adalah talak pertama atau kedua yang dijatuhkan suami kepada istrinya, di mana suami masih memiliki hak untuk meruju’ (kembali) istrinya selama masa iddah belum habis, tanpa perlu akad nikah baru. Status perkawinan masih dianggap ada, namun dalam kondisi menunggu keputusan.
    • Thalaq Ba’in: Adalah talak yang tidak bisa diruju’ oleh suami selama masa iddah belum habis. Thalaq ba’in terbagi menjadi dua:
      • Ba’in Shughra (Ba’in Kecil): Talak yang tidak bisa diruju’ namun jika ingin kembali menikah, harus dengan akad nikah dan mahar yang baru. Contohnya adalah khulu’ atau talak yang dijatuhkan sebelum campur.
      • Ba’in Kubra (Ba’in Besar): Talak yang ketiga kalinya, di mana suami tidak bisa meruju’ istrinya sampai istrinya dinikahi oleh pria lain, kemudian bercerai dari pria tersebut, dan telah melewati masa iddahnya.
  2. Masa Iddah dan Jenis-jenisnya:
    Masa iddah adalah masa tunggu yang harus dijalani oleh seorang perempuan setelah berpisah dari suaminya, baik karena perceraian maupun karena kematian suami. Masa iddah memiliki beberapa hikmah, di antaranya:

    • Memastikan tidak adanya kehamilan: Untuk mengetahui apakah perempuan tersebut sedang mengandung dari mantan suaminya atau tidak, sehingga nasab anak jelas.
    • Memberi kesempatan rujuk: Jika talaknya raj’i, masa iddah memberikan waktu bagi suami untuk merenung dan rujuk kembali.
    • Menjaga kehormatan perempuan: Agar tidak segera menikah lagi dan menimbulkan fitnah.
    • Menguji kesetiaan dan keikhlasan: Menunjukkan bahwa perceraian bukanlah hal yang main-main.

    Jenis-jenis iddah berdasarkan kondisi perempuan adalah:

    • Bagi wanita yang masih haidh: Iddahnya adalah tiga kali masa haidh.
    • Bagi wanita yang sudah menopause atau belum haidh (karena usia muda): Iddahnya adalah tiga bulan.
    • Bagi wanita yang sedang hamil: Iddahnya adalah sampai ia melahirkan kandungannya.
    • Bagi wanita yang ditinggal mati suami: Iddahnya adalah empat bulan sepuluh hari.
  3. Pengertian Khulu’ dan Contoh Kasusnya:
    Khulu’ adalah perceraian yang terjadi atas inisiatif dan permintaan istri, di mana istri memberikan tebusan atau kompensasi harta kepada suaminya sebagai imbalan agar diceraikan. Khulu’ pada dasarnya adalah penebusan hak yang dimiliki suami atas istrinya.

    Contoh kasus khulu’:
    Seorang istri bernama Aisyah merasa tidak bahagia dalam pernikahannya dengan suaminya, Budi. Berbagai upaya mediasi telah dilakukan, namun tidak membuahkan hasil. Aisyah memutuskan untuk berpisah, namun ia merasa bersalah jika Budi harus menanggung beban perceraian. Oleh karena itu, Aisyah mengajukan permohonan khulu’ kepada Budi. Setelah berunding, Budi bersedia menceraikan Aisyah dengan syarat Aisyah mengembalikan seperangkat perhiasan emas yang pernah diberikan Budi saat menikah. Setelah Aisyah menyerahkan perhiasan tersebut, Budi pun mengucapkan talak ba’in kepada Aisyah.

Bagian 3: Hukum Waris (Mawarith)

Contoh Soal Pilihan Ganda:

  1. Ahli waris yang berhak menerima harta warisan disebut:
    a. Pewaris
    b. Mustahiq zakat
    c. Ahli warits
    d. Mu’aqqall

  2. Anak perempuan tunggal yang ditinggal orang tuanya, tanpa ada saudara laki-laki, berhak mendapatkan bagian waris sebesar:
    a. 1/2
    b. 2/3
    c. 1/3
    d. 1/6

  3. Ayah dari pewaris, jika pewaris memiliki anak, maka bagian waris ayah adalah:
    a. 1/2
    b. 1/6
    c. 1/3
    d. 1/4

  4. Saudara kandung perempuan hanya mendapatkan bagian waris jika:
    a. Tidak ada anak laki-laki pewaris
    b. Tidak ada anak perempuan pewaris
    c. Tidak ada saudara laki-laki pewaris
    d. Tidak ada ayah pewaris

  5. Dalam pembagian waris, yang dimaksud dengan dzawil furud adalah ahli waris yang mendapatkan bagian waris dalam jumlah yang sudah ditentukan dalam Al-Qur’an dan As-Sunnah, kecuali:
    a. Suami
    b. Istri
    c. Anak perempuan
    d. Paman

Pembahasan Soal Pilihan Ganda (Mawarith):

  1. Jawaban: c. Ahli warits. Ahli warits adalah orang-orang yang berhak menerima warisan.
  2. Jawaban: a. 1/2. Anak perempuan tunggal, tanpa ada saudara laki-laki, berhak mendapatkan separuh dari harta warisan.
  3. Jawaban: b. 1/6. Jika pewaris memiliki anak, ayah mendapatkan bagian 1/6 dari harta warisan.
  4. Jawaban: c. Tidak ada saudara laki-laki pewaris. Saudara kandung perempuan hanya mendapatkan bagian waris (sebagai ‘ashabah bi ghairih) jika tidak ada saudara laki-laki kandung. Jika ada saudara laki-laki, maka saudara kandung perempuan tidak mendapatkan bagian waris secara langsung dari dzawil furud.
  5. Jawaban: d. Paman. Paman (baik paman kandung maupun paman seayah) termasuk dalam kategori ‘ashabah (kerabat laki-laki yang berhak menerima sisa harta warisan setelah bagian dzawil furud dibagikan), bukan dzawil furud.

Contoh Soal Esai (Mawarith):

  1. Jelaskan pengertian ilmu mawarith dan sebutkan rukun-rukun waris!
  2. Siapakah yang dimaksud dengan dzawil furud dan ‘ashabah? Berikan contoh masing-masing!
  3. Hitunglah pembagian waris dari seorang ayah yang meninggal dunia dengan meninggalkan seorang istri, seorang anak laki-laki, dan seorang anak perempuan!

Pembahasan Soal Esai (Mawarith):

  1. Pengertian Ilmu Mawarith dan Rukun-rukunnya:
    Ilmu mawarith (ilmu faraid) adalah ilmu yang membahas tentang tata cara pembagian harta warisan dari pewaris kepada ahli warisnya sesuai dengan ketentuan syariat Islam. Ilmu ini sangat penting untuk menghindari perselisihan dan memastikan keadilan dalam pembagian harta setelah seseorang meninggal dunia.
    Rukun-rukun waris meliputi:

    • Pewaris (Al-Muwarrits): Orang yang meninggal dunia dan meninggalkan harta warisan.
    • Ahli Waris (Al-Warits): Orang-orang yang berhak menerima harta warisan dari pewaris.
    • Harta Warisan (Al-Mawarith): Harta peninggalan pewaris yang akan dibagikan kepada ahli waris.
    • Sebab Terjadinya Waris: Sebab-sebab yang menjadikan seseorang berhak menerima warisan, yaitu karena hubungan nasab (keturunan), perkawinan (suami/istri), atau karena memerdekakan budak (pada masa dahulu).
  2. Dzawil Furud dan ‘Ashabah beserta Contohnya:

    • Dzawil Furud (Pemilik Bagian yang Ditetapkan): Adalah ahli waris yang bagian warisnya telah ditentukan secara pasti dalam Al-Qur’an dan As-Sunnah. Mereka akan menerima bagiannya terlebih dahulu sebelum harta dibagikan kepada ‘ashabah.
      Contoh dzawil furud:

      • Suami: Mendapatkan 1/2 jika tidak ada anak, atau 1/4 jika ada anak.
      • Istri: Mendapatkan 1/4 jika tidak ada anak, atau 1/8 jika ada anak.
      • Anak Perempuan: Mendapatkan 1/2 jika tunggal, atau 2/3 jika dua orang atau lebih (tanpa saudara laki-laki).
      • Ayah: Mendapatkan 1/6 jika ada anak, atau bisa menjadi ‘ashabah jika tidak ada anak.
      • Ibu: Mendapatkan 1/6 jika ada anak atau saudara, atau 1/3 jika tidak ada anak dan tidak ada saudara.
      • Saudara Perempuan Kandung: Mendapatkan 1/2 jika tunggal (tanpa saudara laki-laki kandung).
    • ‘Ashabah (Kerabat Laki-laki yang Menerima Sisa): Adalah ahli waris laki-laki yang berhak menerima sisa harta warisan setelah bagian dzawil furud dibagikan. Jika tidak ada dzawil furud, maka mereka berhak menerima seluruh harta warisan.
      Contoh ‘ashabah‘:

      • Anak Laki-laki: Merupakan ‘ashabah nasabiyah yang paling utama.
      • Cucu Laki-laki: Jika tidak ada anak laki-laki.
      • Ayah: Bisa menjadi ‘ashabah jika tidak ada anak laki-laki.
      • Saudara Laki-laki Kandung: Jika tidak ada ayah atau anak laki-laki.
      • Paman Kandung: Jika tidak ada ayah, anak laki-laki, atau saudara laki-laki kandung.
  3. Perhitungan Pembagian Waris:
    Pewaris: Ayah
    Meninggalkan: Istri, anak laki-laki, anak perempuan.

    • Istri: Mendapatkan bagian 1/8 karena ada anak (laki-laki atau perempuan).
    • Anak Laki-laki: Merupakan ‘ashabah.
    • Anak Perempuan: Merupakan ‘ashabah bi ghairih bersama anak laki-laki.

    Dalam kasus ini, perbandingan pembagian antara anak laki-laki dan anak perempuan adalah 2:1.

    • Langkah 1: Hitung bagian istri.
      Bagian istri = 1/8 dari total harta.

    • Langkah 2: Hitung sisa harta untuk ‘ashabah.
      Sisa harta = 1 – 1/8 = 7/8.

    • Langkah 3: Bagi sisa harta untuk anak laki-laki dan anak perempuan.
      Perbandingan anak laki-laki : anak perempuan = 2 : 1.
      Total bagian perbandingan = 2 + 1 = 3.

      Bagian anak laki-laki = (2/3) (7/8) = 14/24 = 7/12 dari total harta.
      Bagian anak perempuan = (1/3)
      (7/8) = 7/24 dari total harta.

    Jadi, pembagian warisnya adalah:

    • Istri: 1/8
    • Anak Laki-laki: 7/12
    • Anak Perempuan: 7/24

    Untuk memastikan pembagian ini benar, jumlahkan seluruh bagian:
    1/8 + 7/12 + 7/24
    Samakan penyebutnya menjadi 24:
    (3/24) + (14/24) + (7/24) = 24/24 = 1 (seluruh harta telah terbagi).

Bagian 4: Hukum Muamalah (Transaksi Keuangan)

Contoh Soal Pilihan Ganda:

  1. Salah satu syarat sah jual beli adalah barang yang diperjualbelikan harus suci, dapat dimanfaatkan, dan:
    a. Harus mahal harganya
    b. Harus ada di tempat
    c. Milik sendiri atau diizinkan pemiliknya
    d. Harus baru

  2. Riba adalah tambahan yang disyaratkan dalam transaksi pertukaran barang sejenis tanpa adanya ‘iwadh (pengganti) yang sepadan. Riba yang terjadi pada pertukaran beras dengan beras, atau emas dengan emas, adalah jenis riba:
    a. Riba Fadhl
    b. Riba Nasi’ah
    c. Riba Yadh
    d. Riba Qardh

  3. Menabung di bank konvensional yang memberikan bunga, jika dianggap sebagai tambahan dari pokok pinjaman, maka termasuk dalam kategori:
    a. Zakat
    b. Sedekah
    c. Riba
    d. Hibah

  4. Salah satu kewajiban umat Islam yang memiliki harta yang telah mencapai nishab dan haul adalah:
    a. Infak
    b. Sedekah
    c. Zakat
    d. Wakaf

  5. Memberikan sebagian harta kepada orang yang membutuhkan secara sukarela dan tanpa mengharap imbalan, disebut:
    a. Zakat
    b. Infak
    c. Sedekah
    d. Kurban

Pembahasan Soal Pilihan Ganda (Muamalah):

  1. Jawaban: c. Milik sendiri atau diizinkan pemiliknya. Barang yang diperjualbelikan harus jelas kepemilikannya atau ada izin dari pemiliknya untuk diperjualbelikan.
  2. Jawaban: a. Riba Fadhl. Riba Fadhl terjadi ketika terjadi pertukaran barang sejenis dengan kadar yang tidak sama. Misalnya, menukar 1 kg beras dengan 1.5 kg beras.
  3. Jawaban: c. Riba. Keuntungan yang diperoleh dari bunga bank konvensional seringkali dikategorikan sebagai riba, karena merupakan tambahan dari pokok pinjaman yang disyaratkan di awal.
  4. Jawaban: c. Zakat. Zakat adalah ibadah wajib bagi umat Islam yang memenuhi syarat, yaitu memiliki harta yang mencapai nishab (batas minimum) dan telah dimiliki selama haul (satu tahun).
  5. Jawaban: c. Sedekah. Sedekah adalah pemberian harta secara sukarela untuk kebaikan, bisa berupa infak atau bentuk lain yang bersifat membantu. Infak lebih spesifik pada pemberian harta.

Contoh Soal Esai (Muamalah):

  1. Jelaskan pengertian jual beli dalam Islam dan sebutkan rukun-rukun serta syarat-syaratnya!
  2. Apa yang dimaksud dengan riba? Jelaskan perbedaan antara riba fadhl dan riba nasi’ah!
  3. Jelaskan pengertian zakat, infak, dan sedekah, serta sebutkan perbedaan mendasar di antara ketiganya!

Pembahasan Soal Esai (Muamalah):

  1. Pengertian Jual Beli dan Rukun serta Syaratnya:
    Jual beli (bai’) dalam Islam adalah pertukaran harta benda dengan harta benda yang diizinkan syariat, yang bertujuan untuk memenuhi kebutuhan hidup dan menghidupkan roda perekonomian. Jual beli adalah salah satu bentuk muamalah yang paling umum dan dibenarkan oleh syariat, asalkan dilakukan dengan prinsip-prinsip keadilan dan kejujuran.

    Rukun jual beli meliputi:

    • Penjual dan Pembeli: Harus cakap hukum (baligh, berakal sehat, dan tidak dipaksa).
    • Barang (Mabi’): Harus suci, dapat dimanfaatkan, milik sendiri atau diizinkan pemiliknya, serta jelas spesifikasinya.
    • Harga (Taman): Harus jelas jumlahnya, dapat dimanfaatkan, dan milik penjual.
    • Ijab Qabul: Pernyataan saling meridhai antara penjual dan pembeli.

    Syarat-syarat jual beli yang sah meliputi:

    • Keberadaan Barang: Barang yang diperjualbelikan ada atau dapat dihadirkan.
    • Kemampuan Penjual dan Pembeli: Keduanya cakap hukum.
    • Kejelasan Barang dan Harga: Spesifikasi barang dan jumlah harga harus jelas.
    • Ketiadaan Riba: Transaksi tidak mengandung unsur riba.
    • Ketiadaan Gharar (Ketidakpastian): Transaksi tidak mengandung unsur ketidakpastian yang berlebihan.
    • Barang Bukan Milik Orang Lain: Penjual berhak menjual barang tersebut.
  2. Pengertian Riba dan Perbedaan Riba Fadhl dan Riba Nasi’ah:
    Riba secara bahasa berarti tambahan. Dalam istilah syariat, riba adalah tambahan yang disyaratkan dalam transaksi pertukaran barang atau penangguhan pembayaran tanpa adanya ‘iwadh (pengganti) yang sepadan. Riba hukumnya haram karena dianggap sebagai bentuk eksploitasi dan tidak sesuai dengan prinsip keadilan ekonomi dalam Islam.

    Perbedaan antara riba fadhl dan riba nasi’ah adalah:

    • Riba Fadhl: Terjadi pada pertukaran barang sejenis (misalnya, emas dengan emas, beras dengan beras) dengan jumlah yang tidak sama. Penambahan terjadi pada saat pertukaran langsung (tadabur).
      Contoh: Menukar 1 gram emas murni dengan 1.2 gram emas murni pada saat yang bersamaan.

    • Riba Nasi’ah: Terjadi pada penangguhan pembayaran atau penyerahan barang. Penambahan terjadi karena adanya penundaan. Riba nasi’ah dapat terjadi pada pertukaran barang sejenis maupun barang yang berbeda jenis.
      Contoh: Meminjam uang Rp 1.000.000 dengan janji mengembalikan Rp 1.100.000 setelah satu bulan. Penambahan Rp 100.000 adalah riba nasi’ah.

  3. Pengertian Zakat, Infak, Sedekah, dan Perbedaannya:

    • Zakat: Ibadah wajib yang merupakan salah satu rukun Islam. Zakat adalah mengeluarkan sebagian harta tertentu yang dimiliki oleh orang Muslim yang mampu, kepada golongan yang berhak menerimanya, dengan kadar dan syarat-syarat tertentu. Zakat memiliki aspek ibadah murni dan memiliki aturan yang sangat rinci mengenai jenis harta, nishab, haul, dan penerimanya.
    • Infak: Mengeluarkan sebagian harta untuk suatu keperluan baik. Infak bersifat lebih umum daripada zakat dan bisa diberikan kepada siapa saja yang membutuhkan. Infak bersifat sunnah (dianjurkan) dan tidak terikat pada nishab atau haul seperti zakat.
    • Sedekah: Pemberian harta secara sukarela untuk kebaikan. Sedekah adalah istilah yang paling luas cakupannya. Infak merupakan salah satu bentuk sedekah. Sedekah bisa berupa harta, tenaga, waktu, atau bahkan senyuman. Sama seperti infak, sedekah bersifat sunnah.

    Perbedaan mendasar di antara ketiganya adalah:

    • Kewajiban: Zakat adalah wajib, sedangkan infak dan sedekah adalah sunnah.
    • Ketentuan: Zakat memiliki ketentuan nishab, haul, dan penerima yang jelas. Infak dan sedekah lebih fleksibel dalam hal kadar, waktu, dan penerima.
    • Tujuan: Zakat memiliki tujuan penyucian harta dan jiwa serta pemerataan ekonomi. Infak dan sedekah memiliki tujuan umum untuk berbuat kebaikan, membantu sesama, dan mendapatkan pahala.

Penutup:

Memahami materi fikih secara mendalam adalah kunci untuk menjalankan ajaran Islam dengan benar dan penuh keyakinan. Contoh-contoh soal dan pembahasan di atas diharapkan dapat menjadi panduan berharga bagi siswa kelas 11 semester 1 dalam mempersiapkan diri menghadapi ujian. Ingatlah bahwa belajar fikih bukan hanya tentang menghafal, tetapi juga tentang memahami hikmah di balik setiap hukum dan menerapkannya dalam kehidupan sehari-hari. Teruslah belajar, bertanya, dan mengamalkan ilmu fikih agar menjadi pribadi Muslim yang bertakwa.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *